Seseorang akan merasa dirinya yang
paling benar. Ini adalah ciri-ciri dari sikap ta’ashub yaitu terlalu fanatik
terhadap suatu kelompok tertentu.sehingga satu kelompok dengan kelompok lainnya
saling menyalahkan. Dan ini adalah masalah yang menyebabkan terpecahnya kaum
muslimin dan runtuhnya system khilafah pada tahun 1923.
Pemuda zaman sekarang hanya mengikuti pendapat ustadz, guru dan
syaikhnya saja. Padahal mereka semua bisa saja salah. Jika sikap itu selalu
ada, maka kaum muslim tidak akan bersatu. Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah
tidak suka saat dipuji dirinya berada diatas kebenaran. Beliau berkata “Seseorang
dikenali dengan kebenaran, bukan kebenaran dikenali dari seseorang”
Kebenaran itu bisa diambil dari siapa saja. Bahkan Rasulullah SAW
menerima kebenaran yang dibawakan oleh syaitan. Pada suatu malam, Abu Hurairah
disuruh menjaga zakat fitrah. Tiba-tiba datang seseorang yang ingin mencuriya.
Abu Hurairah menangkapnya dan mengancam akan melaporkannya kepada Rasulullah.
Namun, orang itu bercerita bahwa dirinya orng miskin yang kelaparan. Maka, Abu
Hurairah melepaskannya.
Akhirnya Rasulullah SAW menanyakan hal itu kepada Abu Huraurah dan
berkata, “Ia berbohong dan ia akan kembali lagi malam ini” Saat malam hari,
orang itu kembali lagi dan Abu Hurairah menangkapnya kembali. Orang itu pun
berbelas kasihan dan mengaku ia dan keluarganya belum makan. Abu Hurairah pun
melepaskannya.
Rasulullah SAW berkata “Ia berbohong dan akan kembali lagi malam ini” Di
malam hari, orang itu kembali dan lagi-lagi tertangkap oleh Abu Hurairah, Abu
Hurairah berkata ”Kali ini aku akan melaporkan mu pada Rasulullah” Si orang
tadi pun menjawab, “Maukah kau kuberitahu ayat yang jika engkau baca, maka
engkau aman dari syaitan?” Abu Hurairah menjawab “Ya” Akhirnya
syaitan pun membacakan ayat kursi dan Abu Hurairah melepaskannya.
Pada esok harinya, Abu Hurairah memberitahu hal ini kepada Rasulullah
SAW. Rasul bersabda, “Ia berkata benar kepadamu sedangkan yang lainnya ia
berbohong.” Hal itu menunjukkan bahwa kebenaran bisa diterima dari siapa
saja, bahkan dari setan sekalipun. Dan Rasulullah bertanya, “Tahukah engkau
siapa yang datang selama 3 malam ini ?” Abu Hurairah menjawab, “Tidak
tahu wahai Rasulullah” Rasul berkata
“Dia adalah Syaitan”.
Hal ini menunjukkan bahwa kebenaran bisa diterima dari siapa saja.
Seseorang tidak bisa dijadikan tolak ukur dalam menilai suatu kebenaran. Ini
adalah salah satu syarat persatuan umat muslim. Allah SWT berfirman,
وَاعْتَصِمُوا
بِحَبْلِ اللهِ جَمِيْعًا وَلاَ تَتَفَرَّقوا
“Dan berpegang teguhlah pada tali
Allah kamu semuanya dan jangan berpecah belah..” (Ali-Imran : 103)
Umat muslim bisa bersatu jika satu sama lain saling menghargai dan
bersiap bijak dalam mencari kebenaran. Karena setiap manusia pasti memiliki
kesalahan. Tidak ada manusia yang ma’sum kecuali para nabi. Sikap bijak yang
seharusnya kita lakukan yaitu, mengambil apa yang benar dan meninggal- kan yang
salah.
Zaman sekarang, banyak orang yang menganggap dirinya sebagai wali Allah.
Sehingga, orang-orang mengagungkannya. Apapun yang dilakukannya dijadikan
sebagai syariat. Padahal, Rasulullah SAW tidak pernah mencontohkannya.
Semoga, diri kita dihindarkan dari sikap Ta’ashub. Dan didekatkan dengan
Al-Quran dan Sunnah yang menjadi kebenaran satu-satunya karena berasal dari
Allah dan Rasulnya langsung. Serta bisa mendakwahi orang-orang yang bersikap
terlalu fanatik dengan kelompoknya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar